Langsung ke konten utama

Pelanggaran Kode Etik Jurnalis Oleh Media Online



Agnes Amungkasari
01615146205
Manajemen Informasi dan Komunikasi
Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta
            Jurnalistik adalah segala bentuk membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai kepada kelompok pemerhati (F. Fraser Bond). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari secara berkala dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. Perkembangan teknologi membawa pengaruh besar untuk dunia jurnalistik. Munculnya revolusi World Wide Web (WWW) memberi kemudahan akses informasi kepada masyarakat di seluruh dunia. Khalayak dapat dengan mudah mendapatkan informasi melalui jaringan internet.
Sekalipun kehadirannya belum terlalu lama, media online sebagai salah satu jenis media komunikasi tergolong memiliki pertumbuhan yang spektakuler. Bahkan saat ini, hampir sebagian besar masyarakat menggemari media online. Sekalipun internet tidak sepenuhnya dimanfaatkan sebagai media massa, tetapi keberadaan media online saat ini sudah diperhitungkan banyak orang sebagai alternatif yang efisien dalam memperoleh akses informasi dan berita.
Salah satu keunggulan media online adalah mampu menyajikan informasi lebih cepat dibandingkan dengan media massa lainnya sehingga informasinya senantiasa up to date (terbaru). Lebih dari itu, media online dapat melakukan upgrade suatu informasi atau berita dari waktu ke waktu, tanpa harus menunggu keesokan harinya layaknya media cetak. Ini karena media online memiliki proses penyajian informasi dan berita yang lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan jenis media massa lainnya.
            Sebagai jurnalis tentunya tidak dapat sembarangan dalam membuat dan mendistribusikan informasi. Salah satu aspek penting dalam penulisan berita adalah pertimbangan nilai berita. Seperti objektivitas, faktual, melakukan verifikasi data, dan kredibiltas sumber yang harus selalu diperhatikan. Sebelum media online berkembang dengan pesat, pihak media cetak sangat memperhatikan dan memegang teguh nilai berita ini. Selain memegang teguh nilai berita, seorang jurnalis juga hendaknya menaati kode etik jurnalis. Kode etik jurnalis himpunan etika profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi. Kode etik ini dibuat dan harus ditepati untuk menjadikan seorang jurnalis atau wartawan menjalankan profesi secara profesional.
            Namun pada kenyataannya, masih banyak media online yang belum dapat menerapkan kode etik jurnalis dengan baik. Dilansir dari tempo.co, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers tahun 2013, Agus Sudibyo, mengatakan pengaduan yang terkait media online, 76 persen adalah pelanggaran kode etik jurnalistik. Pelanggaran yang paling sering terjadi adalah media online tidak menguji informasi atau melakukan konfirmasi ulang terhadap berita yang dibuatnya. Selain itu juga masih banyak media online yang menampilkan kata-kata sadis dalam penulisan beritanya.
            Contoh dari pelanggaran kode etik ini adalah berita dengan judul Siswa SMA Gorok Pacar di Kelas yang dimuat di beritapagi.co.id pada tanggal 11 Januari 2016. Berita tersebut memuat tindakan kriminal dari FD (16) yang nekat menggorok leher pacarnya, WY (15) dengan sebilah pisau. Aksi sadis siswa kelas 10 itu terhadap WY, siswi yang tinggal di Dusun 1, Desa Cinta Kasih, Kecamatan Belimbing, Kabupaten Muaraenim, bahkan dilakukan di dalam ruang kelas korban. Menurut keterangan pelaku di hadapan penyidik, ia nekat melakukan perbuatan itu karena dilatari rasa cemburu terhadap korban yang baru dipacarinya sekitar satu bulan.
            Pada berita tersebut wartawan telah melanggar kode etik jurnalistik pasal 4 yang berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita sadis. Sadis yang berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. Pada judul, wartawan memilih kata digorok. Kata digorok merupakan kata yang tergolong sadis, jijik, dan mengerikan. Menurut kamus besar bahas indonesia (KBBI), kata di gorok berarti menyembelih atau memotong yang biasanya digunakan untuk hewan. Jadi, sangat jelas bahwa kata digorok tidak tepat digunakan kepada korban yang merupakan manusia. Kita sebagai pembacapun merasa risih membaca kata sadis yakni kata “gorok” tersebut yang terpampang jelas di lead berita.
            Dari contoh kasus yang dipaparkan diatas, sudah semestinya kode etik jurnalistik dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para jurnalistik, baik media online maupun media cetak. Dengan adanya penegakan kode etik jurnalistik akan membentuk profesionalisme wartawan dalam menjalankan pekerjaannya. Sudah sepatutnya wartawan menjaga intergritas diri agar membuat berita selalu mengacu pada dasar-dasar kode etik jurnalistik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Berita Feature

Feature adalah sebuah karya jurnalistik yang tidak harus selalu mengikuti rumus 5W+1H.  Tulisan feature lebih bersifat menghibur dan isinya lebih ringan daripada jenis straight news. Menulis feature juga tidak terikat dengan aktualitas dan timeliness sehingga lebih santai dan bisa membicarakan apa saja. Penulisan feature sendiri hendaknya membawa gaya bertutur, deskriptif, sedemikian rupa sehingga susunan kalimatnya menggambarkan profil atau peristiwa tertentu. Sehingga feature ini lebih sering dikatakan sebagai berita kisah atau berita cerita. Contoh berita feature dapat dilihat di: http://bit.ly/2qizRCb Dari feature tersebut dapat dilakukan analisis yang menghasilkan: Pertama , feature dengan judul “Perjuangan Indah Mencari Darah untuk Penyambung Hidup” ini termasuk dalam feature human interest sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh Wolseley dan Campbell. Feature ini mengangkat kisah perjuangan penderita thalasemia yang menyentuh simpati pembaca. Kedua , analisis...

Kode Etik Praktisi Public Relations Pada Kasus Demonstrasi Perusahaan Blue Bird

Demo supir taksi di Jakarta yang berlangsung pada tanggal 22 Maret 2016 menjadi potret buruk bagi dunia kehumasan di Indonesia.  Reputasi taksi berlogo burung biru yang dibangun generasi ke generasi ini runtuh hanya dalam hitungan beberapa jam sejak demo di mulai. Di tahun tahun kejayaannya masyarakat hanya percaya Blue Bird . Meskipun harga yang dipatok lebih mahal ketimbang merek taksi lainnya, namun mempertimbangkan pelayanan supir, kejujuran, dan keamanan, membuat orang tidak melirik taksi lain. Viral yang beredar di media massa juga turut mendukung reputasi perusahaan taksi yang didirikan pada 1972 ini. Mulai dari barang tertinggal yang dikembalikan oleh penggunanya, sampai kepada argo yang selalu sesuai dan nyaris tidak pernah terdengar terjadi pengalaman buruk dari konsumen. Sejatinya tugas Humas  menurut IPRA ( International Public Relations Assosiation )  adalah bagaimana berkomunikasi antara organisasi dengan publik melalui media yang bertu...

News Value dalam Berita

Dalam menulis sebuah berita, tentu saja ada banyak hal yang perlu diperhatikan agar menghasilkan berita yang berkualitas dan layak untuk dipublikasikan. Beberapa hal tersebut diklasifikasikan menjadi news value . Lalu, apa yang dimaksud dengan news value ? News value atau nilai berita dapat dikatakan sebagai klasifikasi atau kriteria untuk menilai apakah berita tersebut layak untuk diliput. Ada beberapa kriteria yang dapat dikatakan sebagai news value, yaitu: Significance (kepentingan) Timelines (aktual) Proximity (kedekatan) Magnitude (besarnya) Prominence (terkemuka) Conflict (konflik) Human interest Dari penjelasan singkat di atas, dapat kita terapkan untuk berita di bawah ini. Kemudian kita ulas dua dari tujuh news value yang ada di dalam berita tersebut. Dari ulasan tersebut kemudian kita dapat tahu apakah berita tersebut memiliki kualitas yang baik dan layak untuk diterbitkan. Berikut adalah contoh berita dan ulasan news value -nya. Cegah TK...